Delia Elena San Marco | Jorge Luis Borges

Posted on August 2, 2010

0


Kami saling mengucapkan selamat tinggal di satu sudut Plaza de Once.

Dari trotoar di sisi lain jalan itu aku menoleh dan memandang ke belakang; kaupun menoleh, dan kau lambaikan tangan selamat tinggal.

Sebuah sungai kendaraan dan orang-orang berlarian diantara kami; saat itu jam lima sore yang biasa. Bagaimana aku mengetahui bahwa sungai itu adalah Acheron yang sedih, yang tak seorangpun dapat menyeberang dua kali?

Kemudian kami kehilangan pandangan satu sama lain, dan setahun kemudian kau meninggal.

Dan sekarang aku mencari-cari kenangan dan dan memandanginya serta berpikir bahwa ada yang salah, bahwa di bawah perpisahan yang remeh ada terbaring sebuah perpisahan tak terbatas.

Malam yang terakhir aku tidak keluar setelah makan malam. Untuk mencoba mengerti hal ini, aku membaca ulang pelajaran terakhir bahwa Plato memasukkan ucapan gurunya. Aku membaca bahwa jiwa dapat terbang ketika badan mati.

Dan sekarang aku tidak yakin apakah kebenaran terletak pada penafsiran selanjutnya yang tak menyenangkan atau pada perpisahan yang tak bersalah.

Menyatakan selamat tinggal adalah menyangkal perpisahan; katakanlah Hari ini kita pergi melewati jalan kita, tetapi besok kita akan bertemu lagi. Manusia menciptakan perpisahan karena mereka bagaimanapun mengetahui diri mereka sendiri tak abadi, juga ketika melihat diri mereka sebagai kesatuan dan berlangsung sebentar saja.

Suatu hari kami akan mengadakan percakapan tak tertentu ini lagi, Delia – di tikungan sungai apa? — dan kita akan menanyai diri kita masing-masing apakah kita pernah ada, di sebuah kota yang menghilang menjadi daratan, Borges dan Delia.

***
Diterjemahkan oleh Ahmad Muhaimin dari Delia Elena San Marco karya Jorge Luis Borges. Cerita ini terdapat dalam kumpulan cerita The Aleph karya Jorge Luis Borges. Penguin Books. London.